Beranda | Artikel
Orang Yang Menjual Dirinya Kepada Allah - Surat Al Baqarah ayat 207-210
Sabtu, 25 April 2020

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Yahya Badrusalam

Orang Yang Menjual Dirinya Kepada Allah – Surat Al Baqarah ayat 207-210 adalah kajian tafsir Al-Quran yang disampaikan oleh Ustadz Abu Yahya Badrusalam, Lc. Kajian ini beliau sampaikan di Masjid Al-Barkah, komplek studio Radio Rodja dan Rodja TV pada Selasa, 8 Rajab 1441 H / 03 Maret 2020 M.

Kajian Tentang Ayat Tentang Orang Yang Menjual Dirinya Kepada Allah – Surat Al Baqarah ayat 207-210

Setelah Allah menyebutkan jenis manusia yang sebelumnya, yaitu orang-orang munafiqin, Allah menyebutkan tentang orang-orang yang beriman. Allah Ta’ala berfirman:

وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّـهِ ۗ وَاللَّـهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ ﴿٢٠٧﴾

“Diantara manusia, ada yang menjual dirinya.” Menjual kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Karena hakikatnya kita ini -istilahnya- sedang berjualan dengan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dimana kita jual diri kita dengan harga surga. Kita ingin mendapatkan surga. Maka kita jual diri kita kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk mendapatkan sesuatu yang sangat mulia sekali, yaitu surga Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah mengatakan:

Diantara manusia (yaitu orang-orang yang beriman) ada yang menjual dirinya karena mencari keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan Allah itu sangat menyayangi hamba-hambaNya.”

Yaitu hamba-hambaNya yang beriman, yang senantiasa berusaha untuk mendekatkan dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Faidah Surat Al Baqarah Ayat 207

Dari ayat ini -kata Syaikh Utsaimin– kita ambil faidah:

Keutamaan orang menjual dirinya kepada Allah

Dia jual dirinya maksudnya adalah dia jadikan dirinya untuk mentaati Allah saja, tidak mentaati dan tidak mempertuhankan selain Allah. Dijadikan dirinya untuk Allah saja. Dia sudah menjual dirinya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Pentingnya keikhlasan

Ayat ini mengisyaratkan tentang pentingnya keikhlasan. Karena Allah mengatakan dalam ayat itu: “dia mengharapkan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.” Karena memang itu yang dicari oleh setiap mukmin. Bagi seorang mukmin, keridhaan Allah itu segala-galanya. Keridhaan manusia itu nanti. Bagi dia, yang penting Allah ridha kepada dirinya. Manusia ridha atau tidak ridha, itu tidak penting. Karena keridhaan manusia tidak menjamin masuk surga, tapi keridhaan Allah itu yang terbesar di hatinya. Maka dia berusaha bagaimana caranya agar setiap aktivitas dia mendatangkan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Penetapan sifat ridha untuk Allah

Dimana ia adalah merupakan sifat yang hakiki. Allah disifati dengan sifat ridha. Dan tentunya sifat ridha ini tidak ada di dalam 20 sifat yang ditetapkan atau diwajibkan oleh kaum Asy’ariyah. Bagi mereka ini bukan sifat wajib, tapi boleh-boleh saja. Padahal semua sifat yang Allah tetapkan dalam Al-Qur’an dan hadits wajib kita tetapkan. Tidak boleh kita mengatakan, “Boleh bagi Allah punya sifat ini, wajib bagi Allah sifat ini, mustahil bagi Allah sifat ini” hanya dengan akal semata. Karena sikap seperti ini tentunya menunjukkan bahwa kita kurang ajar kepada Allah. Seakan kita yang menentukan: “Ya Allah Engkau hanya wajib punya sifat sekian, Ya Allah  Engkau boleh punya sifat begini, Ya Allah Engkau tidak boleh punya sifat begini.” Ini jelas bukan hak kita. Yang paling tahu tentang sifat Allah adalah Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Lihat juga: Adakah Sifat Wajib Bagi Allah?

Mendahulukan keridhaan Allah atas keridhaan diri

Apa yang kita ridhai belum tentu diridhai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Penetapan sifat Ra’fah

Penetapan sifat ra’fah. Ra’fah itu lebih daripada Rahmah (kasih sayang). Ra’fah itu lebih sayang lagi.

Ra’fahnya Allah untuk hamba-hambaNya

Dimana Allah menyayangi hamba-hambaNya baik yang kafir maupun yang Mukmin. Adapun yang kafir, kasih sayang yang bersifat materi saja. Adapun orang yang beriman, kasih sayangNya mendapatkan hidayah, taufiq, demikian pula nikmat dunia juga.

Tafsir Surat Al Baqarah ayat 208

Allah berfirman memanggil orang-orang yang beriman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا…

Wahai orang-orang yang beriman..”

Biasanya -kata Ibnu Mas’ud- kalau ada ayat mengatakan: “Hai orang-orang yang beriman..” biasanya isinya adalah selalu perintah atau larangan. Kenapa? Karena perintah dan larangan itu konsekuensi iman. Orang yang beriman itu artinya orang yang menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala, itu iman. Adapun orang yang tidak mau diperintah dan dilarang sama Allah, itu hakikatnya orang yang tidak mau beriman. Maka Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً…

Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kedalam Islam secara keseluruhan (jangan sebagian-sebagian).” Jangan seperti orang Yahudi yang Allah sebutkan dalam ayat yang pernah dulu kita bahas.

أَفَتُؤْمِنُونَ بِبَعْضِ الْكِتَابِ وَتَكْفُرُونَ بِبَعْضٍ

Apakah kalian ini mengimani sebagian Al-Kitab dan kalian kafir kepada sebagiannya?

Lihat: Tafsir Surat Al-Baqarah Ayat 84 – 87 (Ustadz Badrusalam, Lc.)

Maka Allah menyuruh orang-orang yang beriman kalau masuk Islam, masuk Islam secara keseluruhan. Jangan masuk Islam sesuai dengan selera saja, jangan masuk Islam hanya setengah-setengah saja. Kewajiban kita menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah keseluruhan. Jangan sampai -misalnya- aqidahnya saja tapi ibadahnya tidak. Atau ibadahnya saja tapi aqidahnya tidak. Atau aqidah sama ibadahnya saja tapi muamalahnya tidak. Muamalahnya ternyata sistemnya ribawi, muamalahnya ternyata lebih mengikuti ekonomi barat yang menghalalkan segala cara.

Simak pembahasan yang penuh manfaat ini pada menit ke-9:57

Download MP3 Kajian Tentang Orang Yang Menjual Dirinya Kepada Allah – Surat Al Baqarah ayat 207-210


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/48362-orang-yang-menjual-dirinya-kepada-allah-surat-al-baqarah-ayat-207-210/